Senin, 16 April 2012

Di Ranjang Tua itu Kakekku Berada


K
etika udara malam mulai menusuk sanubari, kupejamkan mata dan menganbil udara sebanyak mungkin sampai paru-paru terasa penuh dengan udara…
Dan sebuah ingatan akan sosok laki-laki tua di masa laluku, seorang lelaki tua berambut putih bertubuh kurus duduk di ranjang dekat jendela, entah sudah berapa lama ia habiskan waktunya untuk duduk di ranjang tua dekat jendela itu.

Yaah dia adalah kakekku, ayah dari ayahku…

Saya tak tau pasti sejak kapan beliau mengalami lumpuh di kedua kakinya yang jelas setau saya  sejak saya lahir keadaannya memang sudah seperti itu, dari pagi hingga pagi lagi beliau hanya duduk dan tidur di ranjang itu. Berteman kursi kayu disebelahnya dan sebuah selimut bermotif garis-garis hitam favoritnya. 


Pagi hari beliau bangun biasanya dibangunkan oleh saudara sepupu saya yang notabennya adalah cucunya, bernama jelas Jennita Diah P. Beliau tidak seperti kebanyakan manula ainnya yang mengawali pagi harinya dengan olah raga kecildi depan pekarangan rumahnya, melainkan beliau duduk di ranjang tua nya dan menikmati segelas kopi atau the buatan istrinya yaitu nenek saya. 

Nenek saya pernah bercerita kepada saya bahwa dahulu kakek saya sangat tampan dikalangan jejaka lain di kampungnya. Senang saya mendengarnya karna saat itu saya masih kecil yaaah hanya melonjak dan tertawa. Banyak cerita yang diceritakan kala itu, namun tak sebanyak yang diceritakan saat itu yang saya ingat. Sesal… kenapa saat itu saya tak menggunakan alat perekam ketika nenek saya sedang bercerita? (haaaalaah abaikan :D )


Waktu menunjukan jam 8 malam diwaktu itu dimana anak seusia saya sedang membuka-buka buku untuk mempersiapkan peajaran esok hari, dan melihat adakah sebuah pekerjaan yang diberikan guru untuk saya, dan ternyata ada. Sebuah PR BAHASA JAWA yang seingat saya tentang pewayangan itu. Saya belajar ditemani orang tua saya tentunya. Bertanya jika tidak bisa menjawab kepada bapak saya yang kata nenek saya termasuk “murid pintar dikelasnya” namun “bandel dan mala situ” ( gak perlu dibahas :p ) 


Semua soal terjawab namun ada satu soal yang nampaknya saya dan bapak saya tak bisa menjawab, bapak saya menuruh saya bertanya kepada kakek saya. Dan benar saya jalan menuju ranjang tuanya dan bertanya tentang soal itu. Tak perlu pikir lama beliau langsung menjawab dengan lantang dan PD-nya. Bahagianya saya saat itu…

Ketika di periksa guru dan jawabannya benar ohh leganya…


Setiap sang mentari mulai turun dan derajat panas dibumi mulai turun suhunya, saya pun segera menghampiri kakek saya untuk segera mengganti bajunya atau hanya sekedar mengancingkan bajunya. Itu terkadang saya lakukan ketika saya sedang dirumah dan tidak sedang berlari-lari bersama teman sebaya di lapangan depan rumah. Kakek menghabiskan sisa umurnya di sebuah ranjang tua. Hingga sampai dirinya kembali kepada Yang Maha Kuasa... 


Hidup beliau memang sulit dengan hanya duduk dan tidur di ranjang tua yang menurutku sangat membosankan jika dibandingkan dengan berlari-lari dan bermain petak umpet bersama teman-teman di hari menjelang sore.



Namun beliau tetap kuat, tabah dan selalu memberikan nasehat positif kepada saya bahwa harus patuh kepada Allah yang  beliau sebut “Gusti Allah”.


 
Walaupun beliau sudah tidak disini bersama saya, namun sebuah kenangan akan terus terukir indah disini “dihati saya”. 



HENNY CHANDRA PD